Ngopi Bareng #12. Tantangan Setelah KSO Kelapa Sawit ditandatangani : Let’s Move On Guys…..
Assalamualaikum wr wb
Selamat Pagi salam sejahtera bagi kita semua para Eighters kebanggaan ane he he he …
Segera setelah acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Operasional (PKSO) kebun kelapa sawit milik PTPN VIII dengan PTPN III yang juga sekaligus sebagai induk perusahaan PTPN VIII pada tanggal 25 Juli 2022, saya langsung tancap gas….Gaskeun gitu urang Sunda sering bilang..untuk menyiapkan dua komoditi lain yang dikelola oleh PTPN VIII yakni komoditi teh dan karet.
Bagaimana tidak, selama ini kelapa sawit adalah penopang hidupnya PTPN VIII selama ini “dia” yang mengurus komoditi teh dan karet PTPN VIII, meskipun kondisi kurus kering, tidak “glowing” seperti saudara-saudaranya di Sumatera, cenderung kurang gizi namun kecantikannya masih terlihat jelas…
Tepat tanggal 3 – 4 Agustus 2022, saya meminta seluruh manajer dan GM yang membawahi komoditi teh dan karet untuk kumpul di Kebun Malabar Pengalengan untuk menyiapkan rencana, action plan atau what ever you name it…lah, intinya mempersiapkan diri setelah disapih oleh komoditi kelapa sawit yang selama ini menjadi andalan bantuan Cash In untuk dua komoditi ini. Sekarang setelah komoditi kelapa sawit dikelola langsung oleh pemegang saham terbesar PTPN VIII, kita kudu bisa mandiri dan tidak boleh kekurangan. Karena ibarat keluarga, kakak terbesar sudah disunting oleh orang lain sehingga perhatian kepada adik-adiknya menjadi rada berkurang karena dia sudah mempunyai keluarga yang harus diperhatikan dan diurusin.
Hari pertama dimulai dengan pertemuan seluruh manager dan GM komoditi teh dan masing-masing manajer saya minta untuk melakukan presentasi sekaligus melaporkan kondisi unitnya masing-masing. Yang paling mendasar adalah pertanyaan saya, kenapa ini teh sudah lebih dari 100 tahun dikelola oleh PTPN VIII (bukan bermaksud hiberbolik ya namun kalau bicara Kebun Malabar yang dibangun dan dikembangkan oleh KAR Boscha tahun 1895 sangat terkenal dan bisa membangun ITB bahkan kota Bandung ada karena kebaikan dari Bosscha) tidak kunjung membaik, kecuali tahun 1998 saat krisis ekonomi melanda negara kita, PTPN VIII seolah-olah menerima durian runtuh. Seperti yang sering saya tulis dibeberapa tulisan saya bahwa sudah terlalu lama para Eighters yang mengelola teh ini “lupa bahagia” itu perasaan saya. Tapi jangan-jangan para Eighters ini justru sudah saking bahagianya jadi lupa bagaimana menghasilkan produk teh yang kualitasnya baik sehingga harganya pun baik.
Singkat cerita dari paparan dan penjelasan para manajer tersebut permasalahan yang dialami oleh para manajer kebun teh adalah karena kurangnya fasilitas baik dari sisi finansial maupun sarana prasarana produksi. Itu kata mereka lho…..tapi menurut saya bukan hanya itu, hal lain adalah Comfortability atau kenyamanan. Teman-teman sudah terlalu nyaman dengan kekurangan tersebut dalam arti yang berprestasi bagus tidak ada penghargaan, yang melakukan penyelewengan tidak dihukum bahkan malah bisa naik jabatan lebih tinggi sehingga daya kreativitas dan daya juang untuk menghasilkan yang terbaik tidak muncul disitu. Bayangkan saja rata-rata kerugian komoditi teh per kg selama bertahun-tahun berkisar antara Rp 4.000 – Rp 5.000/kg bahkan untuk semester I tahun 2022 ini saja kerugian bersihnya sudah mencapai Rp 163,78 milyar. Kalau melihat lebih jauh lagi di margin kotornyapun semester I ini komoditi teh sudah merugi sebesar RP 68,23 milyar.
Oleh karena itu saya bersama-sama SEVP lainnya meminta komitmen para manajer kebun teh bagaimana kita bisa mengurangi kerugian kotor ini minimal Rp 1.000/kg semua kebutuhan mereka untuk meningkatkan produksi dan produktivitas serta efisiensi akan kita penuhi. Akhirnya muncullah beberapa ide dan bahkan sudah diterapkan di kebun salah satunya ide brilian dari pak Wawan Purnawarman – Manajer Kebun Montaya yakni “Sedekah Gulma”. Dijelaskan oleh pak Wawan bahwa seluruh karyawan kebun Montaya diminta untuk meningkatkan kepeduliannya terhadap kebun yang dikelolanya dengan cara mencabuti gulma yang mengganggu tanaman teh, tidak perlu minta biaya ke kantor pusat cukup dengan kepedulian saja. Melihat ide yang sangat bagus ini akhirnya saya memutuskan agar “sedekah gulma” ini diterapkan di seluruh kebun teh bahkan saya minta ditambah bukan hanya “sedekah gulma namun ditambah lagi dengan sedekah sampah” sehingga baik kondisi kebun maupun lingkungan pabrik kita bekerja lebih bersih dan rapi. Terima kasih pak Wawan atas ide kreatifnya.
Akhirnya diskusi mengerucut kepada komitmen para manajer kebun teh untuk mencapai produksi dan produktivitas kebun teh dan mengurangi kerugian kotor komoditi teh sebesar Rp 1.000/kg sebaliknya komitmen Board Of Management adalah mengusulkan tambahan insentif kinerja yang besarannya cukup untuk memotivasi kinerja seluruh kebun. Saya juga menambahkan kalau ada kebun yang bisa mengurangi kerugian hingga Rp 2.000/kg saya tambahi dengan bonus Umroh bersama istri termasuk seluruh jajaran karyawan. Selain itu ada kebijakan-kebijakan lain yang akan saya terapkan agar para manajer kebun sebagai ujung tombak pencapaian kinerja lebih nyaman dan fokus dalam menjalankan komitmennya. Diskusi hari pertama ditutup dengan penandatanganan komitmen seluruh manajer kebun agar produksi dan produktivitas bisa dicapai termasuk mengurangi kerugian komoditi teh per kg berkurang.
Hari kedua, gantian komoditi karet, cerita yang sama terjadi dan mirip dengan komoditi teh masih mendingan dibandingkan komoditi teh, komoditi karet kerugian semester I 2022 relatif lebih kecil yaitu sebesar Rp 12,47 milyar di margin kotornya masih untung sebesar Rp 22,84 milyar. Hanya produksi dan produktivitas komoditi karet ini terlalu jauh dibandingkan dengan standarnya bahkan dengan saudaranya PTPN yang lain, produksi dan produktivitas komoditi karet PTPN VIII juga sangat rendah. Acara diskusi untuk komoditi karet jauh lebih singkat karena pada dasarnya permasalahan yang dialami oleh manajer kebun karet sama dengan yang dialami oleh manajer kebun teh. Fasilitas dan dukungan manajer untuk memberikan yang terbaik dirasakan masih kurang oleh karena itu saya juga berkomitmen untuk memenuhi apa yang diminta oleh para manajer kebun agar bisa memberikan yang terbaik bagi perusahaan.
Ada 7 kebijakan yang saya sampaikan agar para manajer kebun dapat memberikan yang terbaik. Kebijakan tersebut adalah:
- Penataan SDM didelegasikan ke manajer bila masih dalam group/unit
- Pemberian fleksibilitas penggunaan anggaran di kebun/di unit sepanjang tidak melebihi Total Anggaran
- Penerapan “Sedekah Gulma” di seluruh kebun/unit untuk meningkatkan kepedulian para Eighters terhadap tanaman
- Simplifikasi produk jadi dan mengutamakan memproduksi komoditi sesuai permintaan pasar dan harga terbaik
- Seluruh pimpinan kebun/unit wajib memahami dampak penggunaan biaya terhadap HPP; produktivitas, kualitas atau laba rugi kebun
- Seluruh pimpinan kebun/unit diminta untuk mengembangkan kreativitasnya dalam hal ingin memperbaiki bangunan perusahaan atau pabrik tanpa menunggu tersedianya anggaran biaya;
- Seluruh kebun wajib menurunkan kerugian komoditi sebesar Rp 1.000/kg dan apabila ada yang bisa menurunkan sampai dengan Rp 2.000/kg akan diberikan reward Umroh Bersama keluarga dari pucuk pimpinan kebun/unit sampai karyawan terendah.
Diskusi hari terakhir juga diakhiri dengan penandatanganan komitmen seluruh manajer dan Kepala Bagian terkait untuk mencapai produksi dan produktivitas serta mengurangi kerugian komoditi karet per kg.
Sebelum pulang ke tempat masing-masing, saya mengajak para eighters untuk mengunjungi Nimo Highland salah satu tempat wisata yang sedang trending dan viral di berbagai media online.
Ok, guys para Eighters mari kita segera Move On dari masa lalu dan mulai dengan memberikan yang terbaik untuk perusahaan agar kita bisa meninggalkan Legacy yang baik untuk anak cucu kita..
Selamat bekerja….semoga Allah memberikan berkah dan Ridho Nya kepada kita semua
Wassalamualaikum wr wb
Bandung, Agustus 2022
Didik Prasetyo.
Leave a Reply