Ngopi Bareng Eighters #3 Budaya Planters PTPN 8 “Membangun The Preanger Planters baru….”.
Assalamualaikum wr wb
Selamat pagi para Eighters, hari ini sambil menunggu waktu untuk apel siaga mengembalikan budaya Planters dan penyerahan peralatan kerja berupa sepeda motor trail, HT, sepatu boot dan peralatan lainnya kepada para Eighters, di Mess Kebun Sukamaju sambil menikmati indahnya matahari terbit. Saya ingin ngobrol pagi bareng Eighters, maklum saya masih penasaran (I’m so Curious) dengan Program-program yang masih hangat kita obrolin kemarin mulai dari Rightsizing kebun-kebun teh sampai dengan rencana KSO Kebun Kelapa sawit PTPN 8 dengan PTPN 3 maupun situasi dan kondisi yang sedang terjadi di PTPN 8.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membaca media on line Kompas yang menulis bahwa berkembangnya perkebunan teh di Jawa Barat tidak terlepas dari perjuangan tiga keluarga besar yang sering disebut The Hunderian yakni Keluarga Holle, Kerkhovhen dan Bosscha atau terkenal dengan julukan Preanger Plannters. Pada tahun 1844 Guillaume Louis Jacques (William) Van Der Huct membuka perkebunan teh pertama di Parakan Salak, lereng Gunung Gede Sukabumi disusul di Sinagar. Setelah perkebunan teh Parakan Salak ditangani oleh Adriaan Walvaren Holle pada tahun 1860, mengalami perkembangan yang sangat pesat dan terkenal di pasar internasional. Holle ini dikenal memiliki minat yang besar dengan budaya Sunda khususnya musik tradisional Sunda khususnya rebab, alat musik gesek dawai termasuk gamelan (Sari Oneng) bersama para buruh perkebunan.
Masa keemasan teh Jawa Barat ini makin gemilang sejak Karel Albert Rudloph (K.A.R) Bosscha mengelola Perkebunan teh Malabar pada tahun 1896, masyarakat Eropa semakin mengenal kualitas teh Jawa Barat karena K.A.R Bosscha-lah yang memodernisasi pengolahan teh dengan membangun 2 pabrik teh modern dan mendirikan pusat listrik tenaga air Cilaki. Terkenalnya teh Priangan di Eropa membuat orang-orang lain membuka kebun-kebun teh baru. Oleh karena itu Bosscha dikenal sebagai “Raja Teh Priangan”. Saya jadi inget saat masih di PT RNI dulu, RNI dulunya adalah Oey Thiong Ham Concern, peninggalan dari Oey Thiong Ham “Sang Sugar Baron”, legenda gula Indonesia jaman dulu.
Saking terkenalnya Bosscha waktu itu, rumahnya pun saat ini masih dirawat dan dilestarikan oleh PTPN 8, di daerah Pengalengan tepatnya di Kebun Malabar atau dikenal dengan “Rumah Bosscha”.Kondisinya masih dipertahankan sama seperti saat ditinggali oleh Bosscha termasuk letak perabotannya. Bosscha juga memiliki minat yang mirip dengan Holle dan dikenal dekat dengan pekerja atau buruh dan masyarakat sekitar kebun serta berjiwa social yang tinggi. Salah satu peninggalan Bosscha adalah teropong bintang di Lembang dan Technische Hogerschool yang saat ini dikenal dengan Institut Teknologi Bandung.
Dari kedua pelaku sejarah pesatnya perkembangan kebun teh di Jawa Barat tersebut ternyata mereka memiliki minat yang mirip yakni dekat dengan pekerja atau buruh dan masyarakat sekitar kebun bahkan bisa memainkan alat musik tradisional. Disini teh sudah menjadi kehidupan sehari-sehari, dari hijaunya daun teh untuk kehidupan ……
Masa kejayaan tanaman teh di Jawa Barat ini mulai meredup sejak jaman pendudukan Jepang, perkebunan teh ini tidak terurus dengan baik sehingga luas arealnya menyusut hingga 22% (Setiawati, 1991). Tahun 1959 seluruh perkebunan milik Belanda dinasionalisasi dan menjadi Perusahaan Perkebunan Nasional (PPN) dan setelah mengalami berbagai macam metamorphosis saat ini kita kenal dengan nama PTPN 8.
Obrolannya jadi rada berat nih….kembali ke ide Rightsizing di awal obrolan, dalam kurun waktu 5 tahun terakhir luas areal perkebunan teh yang dikelola oleh PTPN 8 terus menyusut dari seluas 20.157,54 ha pada tahun 2016 menjadi 18.799,94 ha pada tahun 2021. Dan awal tahun 2022 dengan program Rightsizing menyusut lagi menjadi 13.676,69 ha. Kalau program diet sih ini sangat berhasil namun sejarah perkebunan teh di Jawa Barat seolah-olah kembali ke jaman penjajahan Jepang….meskipun bibitnya diambil dari Jepang…luas perkebunan teh di Jawa Barat malah makin menyusut…..
Selain areal teh yang semakin menyusut, harga jual rata-rata teh PTPN 8 pun dalam kurun waktu 5 tahun terakhir juga menurun secara signifikan dari Rp 20.708/Kg tahun 2016 menjadi Rp 18.548/ Kg tahun 2021. Harga jual teh kita ini “remek” kata kawan-kawan, kondisi ini menyebabkan kerugian teh di PTPN 8 menjadi Never Ending Story.
Setali tiga uang dengan tanaman teh, kondisi kebun karet dan sawit milik PTPN VIII, produktivitasnya juga tidak bisa dikatakan bagus karena karet keringnya kurang dari 1 ton/ha sedangkan kelapa sawit TBSnya 12,9 ton/ha. Inilah yang memicu ide pak Dirut Holding PTPN III pak Abdul Ghani untuk mengerjasamakan kebun kelapa sawit PTPN 8 dengan PTPN 3 yang sudah terbukti cukup handal dalam mengelola kebun kelapa sawit.
Dalam beberapa kesempatan, saya sering berdiskusi dengan para Eighters terutama dengan para SEVP baik operasional 1 – Pak Dian, Operasional 2 – Pak Wispramono maupun dengan SEVP Business Support – Pak Hariyanto serta beberapa Kabag, GM dan Manajer. Dari diskusi sambil ditemani secangkir teh Walini dan biasa…Ngudud….Diskusi dimulai dari menginventarisir apa yang menyebabkan terjadinya penurunan kinerja komoditi yang dikelola oleh PTPN VIII baik teh, karet maupun kelapa sawit. Beberapa penyebab antara lain kualitas yang makin turun, dulu teh celup Walini meskipun 3 – 4 kali diseduh warna dan rasanya tidak terlalu berubah, sekarang coba anda seduh teh Walini jangan-jangan 2 kali seduh sudah berubah warna dan rasanya, artinya kualitas sudah mulai kedodoran, biaya produksi makin tinggi karena UMP ngga pernah turun selalu naik sementara harga jual kita “remek”, gara-gara itu, pabrik ikut-ikutan sakit sehingga kalau batuk-batuk itu sudah menjadi pemandangan yang biasa di kalangan Eighters karena rata-rata sudah ada sejak jaman Belanda. Akibatnya seolah-olah daun teh ini sudah layu sebelum dipetik.
Demikian halnya dengan komoditi karet, cara menyadap maupun waktu menyadap, sudah mulai luntur sudah tidak memperhatikan Tri Tertib sadap karet maupun olah karet. Sama halnya dengan komoditi kelapa sawit tri tertib panen sawit maupun olah sawit sudah pada diluar kepala para Eighters. Maksud saya tidak ada yang nyantol dibenak para eighters……Nampaknya budaya planters di PTPN 8 sudah mulai luntur, oleh karena itu pak Mahmudi – Direktur Produksi dan Pengembangan PTPN III Holding tak henti-hentinya meminta kepada kami-kami di Anak perusahaan untuk menerapkannya dikebun-kebun. Peralatan standar seperti Motor Trail, HT, Baju kerja, sepatu dan lain-lain wajib diberikan kepada para asisten kebun.
Menjawab keresahan Pak Mahmudi tersebut, maka pada hari Kamis, tanggal 24 Februari 2022 kemarin, saya menghadiri apel siaga para Eighters untuk memperkuat dan memperkokoh budaya Planters dikalangan Eighters. Sambil secara simbolik saya serahkan peralatan kerja tersebut di halaman Pabrik Gutta Percha – Tjipetir Sukabumi , saya meminta kepada para Eighters untuk menjalankan budaya perusahaan AKHLAK dan 10 etos kerja planters mulai dari disiplin, tanggung jawab, pride, curiosity, petarung, gigih dan mencintai profesi, kerja tuntas, setia kawan sampai menjaga adab dalam pergaulan.
Pak Dinni – Ketua SPBUN PTPN 8 atau sering dipanggil ABI banyak berpesan dan berkomitmen serta meminta kepada para Eighters agar memberikan yang terbaik bagi perusahaan, bahkan mempertaruhkan jabatannya bila melakukan pelanggaran. Demikian halnya dengan pak Wispramono – SEVP Operasional 2 tak henti-hentinya mengingatkan untuk bekerja sesuai Standar Operasi baik itu untuk komoditi the, karet maupun sawit baik itu dari pemeliharaan tanaman, panen hingga ke pengolahannya. Hal ini akan berjalan dengan baik bila didukung penuh oleh pak Hariyanto – SEVP Business Support. Dari sini squad sudah terbentuk lengkap mulai dari striker, gelandang, back sampai dengan kipper telah tertata dengan baik, tinggal saya sebagai coach melihat apakah strategi yang dimainkan oleh Squad Eighters ini berjalan sesuai dengan harapan apa tidak. Bila ada pemain yang tidak sesuai dengan harapan dan strategi yang saya terapkan maka saya tidak segan-segan untuk membangku cadangkan pemain tersebut.
Saya ingin melihat The New Hunderian di PTPN 8 ini bekerja dengan maksimal agar segera menghasilkan permainan level dunia. Dengan berjalannya strategi di semua lini maka saya yakin akan muncul The New Preanger Planters yang lebih kekinian di lingkungan PTPN 8. The New Preanger Planters ini saya yakin jauh lebih baik daripada Preanger Planters jaman Bosscha dulu, karena The New Preanger Planters ini tercipta dalam situasi dan kondisi yang jauh lebih sulit dan penuh tantangan. Mulai dari cekaknya fulus, infrastruktur yang terbatas, tekanan terhadap perubahan peruntukan sampai dengan desakan perkembangan kota di Jawa Barat.
Demikian dengan niat dan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas saya yakin The New Preanger Planters PTPN 8 akan mampu menjawab tantangan para Planters lainnya dilingkungan PTPN 3 Holding, semoga Allah SWT selalu meridhoi segala ikhtiar kita dan memberikan barokahnya kepada perusahaan yang kita cintai ini.
wassalamualaikum wr wb
Mess Sukamaju, 24 Feb 2022
Didik Prasetyo
Comment (1)
Setuju pak D-1, sangat terasa budaya dan etos kerja di lingkungan perkebunan saat ini jauh berbeda dg era thn 90 akhir atau awal th 2000 an. Kita harus terus berusaha membangkitkan kembali dan melakukan perubahan² mll strategi yg tepat dan komitmen yg kuat serta tak lupa meminta pertolongan kpd Yang Maha Kuasa (Allah Swt) dg terus mendekatkan diri serta menta’ati seluruh aturanNya.., insyaa Allah PTPN VIII bangkit kembali dan membawa keberkahan, aamiin..