Cerita Pohon Gutta Percha di Sukabumi, Pernah Dikirim Massal ke Inggris Tahun 1859
Pohon Gutta Percha di area Desa Cipetir, Sukabumi. ©2021 youtube djedjak langkah/Merdeka.com
Merdeka.com – Desa Cipetir, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat pernah menjadi sorotan dunia pada tahun 1800-an. Hal ini lantaran desa tersebut memiliki komoditas yang diketahui cukup berpengaruh di dunia bernama pohon Gutta Percha.
Pohon tersebut menghasilkan produk dari getahnya yang disebut sebagai salah satu bahan paling banyak digunakan, di masa revolusi industri hingga perang dunia saat itu.
Mengutip dari ANTARA pada Rabu (15/9), daun Gutta Percha disebut memiliki harga yang fantastis hingga Rp3,5 juta jika dijual untuk keperluan industri.
Di masa lalu, tanaman bernama latin Palquium Gutta tersebut sempat dibudidayakan di masa kolonial Belanda sekitar tahun 1885 di Perkebunan Tjipetir. Saat ini sisa pohonnya masih tumbuh liar di lahan seluas 333 hektare yang dirawat oleh Perkebunan Sukamaju milik PTPN VIII. Berikut kisah menariknya.
Digunakan untuk Kebutuhan Medis dan Perabotan Dunia
©2021 youtube djedjak langkah/Merdeka.com
Dalam artikel “The Gutta Percha Company” yang ditulis Bill Burns di laman atlantic-cable.com/, tahun 1843 merupakan titik awal naik pamornya pohon Gutta Percha.
Saat itu seorang ahli bedah asal Britania Raya menemukan fakta bahwa senyawa getahnya mengandung unsur termoplastik alami yang bisa digunakan untuk berbagai keperluan termasuk medis dan perabot rumah tangga (botol, ember, teko serta pernah pernik hiasan).
Untuk industri medis, getah dan daun Gutta Percha banyak digunakan sebagai gips untuk patah tulang hingga bahan gigi palsu untuk dunia kedokteran gigi.
Diekspor hingga 16 Juta Kg ke Inggris
Salah satu yang menggemparkan dunia adalah pengiriman besar-besaran getah Gutta Percha ke daratan Inggris untuk kebutuhan industri pelapis kabel telegraf.
Bahkan disebutkan di jurnal berjudul “A Victorian Ecological Disaster: Imperialism, the Telegraph, and Gutta Percha” karya John Tully dari University of Hawaii Press, pemerintah kolonial Belanda sempat mengirim ke Inggris hingga 16 juta kg untuk melapisi kabel yang membelah samudera dan menghubungkan hampir seluruh benua di dunia dengan teknologi telegraf pada akhir abad 19.
Tak sampai di situ, pada abad ke-20, pengirimannya kembali dinaikkan hingga total 88 juta kg Gutta Percha untuk kebutuhan tambahan kabel komunikasi sepanjang 200 ribu mil pada saat itu.
Bertekstur Unik
Sebagai bahan dengan fungsi yang cukup beragam, Gutta Percha memiliki tekstur yang unik. Biasanya saat jadi dari pabrik teksturnya akan menjadi elastis layaknya karet, dan saat sudah dingin akan makin mengeras.
Dari situ permintaannya pun terus meningkat hingga Pemerintah Kolonial Belanda membangun pabrik pengolahannya di Sukabumi, Jawa Barat pada tahun 1885.
Sebelumnya pohon Gutta Percha juga ditanam pemerintah kolonial di sejumlah pulau di Indonesia, daratan Malaysia hingga Singapura.
Namun eksistensinya perlahan kian pudar setelah dunia mulai menemukan alternatif bahan lain yang lebih murah, yakni getah karet di awal tahun 1900-an, dan pabrik Gutta Percha Tjipetir pun berhenti beroprasi di tahun 1921.
Dikirim ke Korea dan Jepang
©2021 youtube djedjak langkah/Merdeka.com
Saat ini pabrik Gutta Percha di Desa Cipetir masih beroperasi dengan merek dagang Tjipetir. Biasanya kegiatan produksi hanya dilakukan beberapa kali dalam setahun, mengingat kian menurunnya permintaan.
Ditemui di lapangan, Mandor Besar atau Pengawas Pengelolaan Pabrik Gutta Percha Cipetir Budi Prayudi mengatakan bahwa saat ini pabriknya hanya melayani permintaan selama dua kali dalam satu tahun dengan total ekspor mencapai 200 kilogram.
“Jepang, Korea, dan Jerman biasanya memesan 200 kilogram Gutta Percha satu atau dua tahun sekali. Digunakan untuk keperluan medis,” terang Budi.
Pengolahan Menggunakan Batu Raksasa dari Italia
Budi mengatakan, saat produksi pabrik tersebut masih menggunakan sistem seperti di masa lalu. Daun Gutta Percha mulanya digiling menggunakan batu bundar besar yang disebut didatangkan langsung dari Italia.
Saat ini terdapat lima batu penggiling di pabrik Cipetir, namun yang masih difungsikan hanya satu atau dua saja.
Dari 1 ton daun Gutta Percha dapat menghasilkan 13 kg produk jadi. Setelah penggilingan, daun Gutta Percha yang sudah halus kemudian direbus dan diekstraksi sehingga menjadi getah.
Getah tersebut kemudian dipanaskan dengan suhu tinggi sehingga membentuk cairan kental. Cairan getah tersebut kemudian dapat dibentuk apapun selama masih panas. Ketika dingin, getah karet panas tersebut akan mengeras seperti plastik kokoh yang bisa dibuat menjadi berbagai macam bentuk.
Terus Lestarikan Sejarah
©2021 youtube djedjak langkah/Merdeka.com
Sementara itu, Asisten Kepala Wakil Manajer PTPN VIII Unit Perkebunan Sukamaju, Dadan Ramdan, mengatakan jika saat ini Gutta Percha hanya digunakan di bidang medis seperti gips, gigi palsu, penambal gigi dan lain-lain.
Pihak medis masih menggunakan Gutta Percha lantaran sifatnya yang berbahan alami, sehingga lebih aman.
Untuk saat ini, pihaknya juga terus menjaga kelestarian pohon Gutta Percha dengan melestarikannya di lahan konservasi yang sudah disediakan.
“Dari 21.252 hektare lahan yang dimiliki PT PN VIII, 333 hektare lahan di antaranya sengaja kami tanami Pohon Gutta Percha. Selain untuk menjaga ekosistem alam, ini juga sebagai upaya kami melestarikan sejarah,” kata Dadan.
[nrd]
Sumber Berita
https://www.merdeka.com/jabar/cerita-pohon-gutta-percha-di-sukabumi-pernah-dikirim-massal-ke-inggris-tahun-1859.html?page=all
Leave a Reply