Bisnis Minyak Atsiri Menguntungkan, Potensi Ekspor Masih Terbuka
DIREKTUR Operasional PT Sinkona Indonesia Lestari, Acep Sutiana memperlihatkan sejumlah sampel produksi minyak atsiri kepada Bupati Subang, Ruhimat, saat peresmian pabrik minyak atsiri sekaligus perayaan HUT-ke-33 PT SIL, di Ciater, Subang, Selasa 29 Oktober 2019.*/KODAR SOLIHAT/PR
SUBANG, (PR).- Anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) industri pengolah kina nasional, PT Sinkona Indonesia Lestari (PT SIL) Subang, mengembangkan usahanya kepada bisnis minyak atsiri.
Besarnya pasar minyak atsiri domestik dan dunia, menjadikan peluang bisnis bagi kebangkitan usaha agro komoditas rempah-rempah bahan baku minyak atsiri di Jawa Barat.
Gambaran tersebut tampak dari peresmian pabrik minyak atsiri milik PT SIL, di Ciater, Subang, sekaligus HUT ke-33 PT SIL, Selasa 29 Oktober 2019. Pabrik minyak atsiri tersebut diresmikan Bupati Subang, Ruhimat, Direktur Utama PT SIL Ida Rahmi Kurniasih dan Direktur Operasional Acep Sutiana, para komisaris dari dua pemegang sahamnya, yaitu PT Kimia Farma (persero) dan PT Perkebunan Nusantara VIII.
Pengembangan bisnis tersebut, selain menangkap peluang pasar dari bisnis minyak atsiri, juga merupakan diversifikasi PT SIL dari bisnis pokoknya yaitu produksi kina. Bergeraknya bisnis minyak atsiri oleh PT SIL, sekaligus menggerakan pula agribisnis sejumlah komoditas rempah-rempah, terutama cengkeh, jahe, sereh wangi, pala, dsb.
Menurut Ida Rahmi Kurniasih, sebenarnya bisnis minyak atsiri yang dilakukan PT SIL sudah dilakukan sejak dua tahun terakhir. Dengan baru membidik pasar domestik, sudah diperoleh hasil penjualan total Rp 12 miliar, yang dihasilkan tahun 2018 dan 2019, dimana akhir tahun 2019 ini mulai membidik pasar ekspor.
Pemain baru
Ia pun optimis bahwa besarnya peminat minyak atsiri di pasar domestik dan ekspor, dapat menjadi peluang bisnis bagus. Apalagi, kebutuhan manusia yang kembali menggunakan bahan-bahan alami untuk kepentingan kesehatan semakin besar.
Diungkapkan dia, PT SIL memang merupakan “pemain baru” dalam bisnis minyak atsiri, dimana kompetisi berhadapan dengan para pemain yang sudah ada. Namun PT SIL melakukan banyak produk inovatif, untuk mendatangkan daya tarik terhadap para konsumen.
“Kami bercita-cita agar bahan-bahan alam asal Indonesia harus bermanfaat bagi manusia, melalui integritas dan keuntungan yang diperoleh seraca inovatif. Produksi minyak atsiri ini juga merupakan bisnis kolaboratif dengan masyarakat, karena bahan-bahannya memang dibeli dari masyarakat yang membudidayakan komoditas-komoditas bahan bakunya,” ujar Ida Rahmi.
Direktur Operasional PT SIL Acep Sutiana, menunjukan sejumlah target pasar dunia untuk bisnis minyak atsiri ini. Pasar yang dibidik, mulai negara-negara Asia, Timur Tengah, Eropa, Afrika, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.
Menurut dia, salah satu bahan baku yang dibutuhkan, adalah pasokan pala khusus produksi asal Jawa Barat. Sebab, pala produksi Jawa Barat diketahui merupakan bahan baku terbaik untuk produksi minyak atsiri minyak pala.
Kebutuhan farmasi
Komisaris Utama PT SIL, Jhoni Halintar Tarigan (sehari-harinya Direktur Operasional PTPN VIII), memprediksi, bisnis minyak atsiri yang dilakukan PT SIL akan muncul menjadi bisnis yang kuat. “Sebab, pangsa pasarnya memang sudah nyata, dimana kebutuhan dan tuntutan kebutuhan farmasi masyarakat dunia yang semakin membutuhkan kembali bahan-bahan alami untuk aspek keamanan,” ujarnya.
Disebutkan, untuk sebagian komoditas, PTPN VIII pun memberikan dukungan kemitraan penanaman pada sejumlah unit perkebunan yang dikelola. Selain usaha menguntungkan, juga berupa optimalisasi lahan hak guna usaha perkebunan.
Bupati Subang, Ruhimat, menyatakan dukungannya atas pengembangan bisnis minyak atsiri yang dilakukan PT SIL. Apalagi, menggerakan perekonomian masyarakat di Subang, terutama yang mengusahakan tanaman perkebunan yang juga sebagai komoditas rempah, misalnya cengkeh.
Acara HUT ke-33 PT SIL itu mengunakan nuansa tampilan para koboi di Amerika. Diketahui, PT SIL kini menjadi pusat produksi kina Indonesia dengan dipusatkan di Ciater, Subang ditambah menggantikan produksi lama yang direlokasi dari pabrik kina PT Kimia Farma Jalan Pajajaran Bandung sejak beberapa tahun lalu. ***
Leave a Reply