PTPN VIII Berniat Bangun Kawasan Industri
BANDUNG, Perusahaan perkebunan negara yang berbasis di Jawa Barat dan Banten, PT Perkebunan Nusantara VIII berniat membuat kawasan industri di utara Kabupaten Subang. Niat tersebut dikabarkan dengan memanfaatkan keberadaan Pelabuhan Patimban, dengan mengalihfungsikan sebagian areal dua perkebunan karet yang ada di utara Subang itu.
Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara VIII, Wahyu di Bandung, Senin (4/2/2019), mengatakan, rencana pembangunan kawasan industri tersebut sebenarnya masih pengkajian. Namun, jika terlaksana, direncanakan dengan mengalihfungsikan sebagian areal kebun karet yang tanaman-tanamannya sudah tua diatas 30 tahun, masing-masing di Kebun Jalupang dan Kebun Wangunreja, Kabupaten Subang.
Alasan lain yang dilontarkan adalah perkiraan terjadinya perubahan efek iklim mikro jika Pelabuhan Patimban, kemudian jadi terlaksana beroperasi. Konsisi demikian dikhawatirkan akan membuat tanaman-tanaman karet kurang optimal berproduksi menghasilkan getah.
Pada kesempatan tersebut, Wahyu juga dikonfirmasi atas munculnya kabar bahwa pada sebagian kawasan perkebunan karet di utara Subang yang akan dialihfungsikan tersebut akan dibuat sirkuit. “Belum ke arah itu, masih dalam penjajakan, itupun jika ada investor yang berminat,” ujar Wahyu.
Pada sisi lain, khusus untuk kawasan unit-unit kebun teh, dikatakan Wahyu, PTPN VIII akan mengoptimalkan tiga lokasi, yaitu kawasan Perkebunan Ciater Subang, Perkebunan Gunung Mas Puncak Bogor, dan Perkebunan Rancabali kabupaten Bandung sebagai kawasan ekonomi khusus (KEK) wisata.
Disebutkan, ketiga kawasan perkebunan teh itu tetap dengan pokoknya yaitu tanaman teh maupun produksinya, tetapi ditambah dengan dibuatnya kawasan khusus wisata kebun teh.
Biodiesel Sawit
Sementara itu, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) melaksanakan uji coba penggunaan biodiesel 50% (B50) pada dua mobil bermesin diesel menempuh perjalanan dari Kota Medan, Sumatra Utara, Jumat (25/1/2019) dan tiba di Jakarta, Senin (28/1/2019). Setelah menembus jalur lintas timur Sumatra selama tiga hari perjalanan sepanjang 2.300 kilometer, mobil dengan jenis dan merek sama tersebut tiba di ibu kota tanpa hambatan apapun.
“Alhamdulillah lancar, mobil tidak mengalami hambatan apa pun. Tapi saya tegaskan bahwa ini adalah hasil sementara,” ujar Ketua Tim Road Test Biodiesel B50 PPKS Muhammad Ansori Nasution ketika di Jakarta, dikutip Antara, Minggu (3/2/2019).
Menurut doktor dari Tsukuba University Japan ini, penggunaan B50 dan B20 menghasilkan data konsumsi bahan bakar dan emisi gas buang yang berbeda. Selain itu, hasil dyno test menunjukkan bahwa tenaga mobil yang menggunakan B50 lebih rendah 4 persen dibandingkan dengan mobil yang menggunakan B20.
Berdasarkan pengakuan pengemudi, lanjutnya, mobil yang menggunakan B50 lebih responsif. Konsumsi bahan bakar, mobil uji yang menggunakan B50 sedikit lebih boros jika dibandingkan dengan mobil kontrol yang menggunakan B20.
Jika mobil kontrol dalam satu liter bahan bakar bisa menempuh perjalanan sejauh 10,86 kilometer, mobil uji hanya 10,61 kilometer. “Namun, dari rata-rata emisi gas buang mobil uji lebih ramah lingkungan ketimbang mobil kontrol,” ujar Ansori.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengapresiasi uji coba yang dilakukan PPKS ini. Menurutnya, dengan semakin tingginya harga minyak bumi akhir-akhir ini, sudah saatnya Indonesia lebih meningkatkan penggunaan biodiesel khusunya berasal kelapa sawit, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun ekspor.
Direktur PPKS Hasril Hasan Siregar mengatakan bahwa salah satu produk hilir dari minyak sawit yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah biodiesel yang dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif, terutama untuk mesin diesel.
“Biodiesel ialah bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak beracun, dan dibuat dari minyak nabati,” ujar Hasril.
Leave a Reply